HUBUNGAN AKHLAK DENGAN IMAN DAN IHSAN
MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Akhlak II
Dosen Pengampu : Ahmad Muthohar, H., M.Ag.
Oleh:
Moh Falihul
Isbah (123111105)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH
DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
A.
Pendahuluan
Kedudukan akhlak dalam
kehidupan manusia menempati tempat yang penting, sebagai individu maupun
masyarakat dan bangsa, sebab jatuh bangunnya suatu masyarakat tergantung kepada
bagaimana akhlaknya. Apabila akhlaknya baik, maka sejahteralah lahir dan
batinnya. Sebaliknya, apabila akhlaknya rusak, maka rusaklah lahir dan
batinnya. Kejayaaan seseorang terletak pada akhlaknya yang baik, akhlak yang
baik selalu membuat seseorang menjadi aman, tenang dan tidak adanya perbuatan
yang tercela.
Agama merupakan tujuan
yang lurus (shirathal mustaqim) menuju tempat kebahagiaan, menuju tujuan
manusia di dunia dan di akhirat. Iman, Islam dan Ihsan merupakan tiga unsur
yang berjalin, berakhlak mulia sebagai isi ajaran Rasulullah, menjalani agama
(ibadah dan amal shaleh) dengan cara yang ihsan merupakan kewajiban.
Untuk itu, dalam pembahasan berikut ini akan dibahas mengenai bagaimana
pengertian Akhlak, Iman dan Ihsan? dan Bagaimana hubungan antara Akhlak, Iman
dan Ihsan?.
B.
Pembahasan
a)
Pengertian
Akhlak, Iman dan Ihsan
1.
Pengertian
Akhlak
Akhlak secara etimologi berasal
dari kata khalaqa yang berarti mencipta, membuat atau menjadikan. Akhlak adalah
kata yang berbentuk mufrad, jamaknya adalah khuluqun, yang berarti perangai, tabi’at,
adat atau khalqun yang berarti kejadian, buatan, ciptaan.
Dalam KBBI. Kata akhlak diartikan
sebagai budi pekerti atau kelakuan. Kata akhlak walaupun terambil dari bahasa
arab yang biasa diartikan tabi’at, perangai, kebiasaan, namun kata seperti itu
tidak ditemukan didalam al-Qur’an. Akhlak adalah hal ihwal yang melekat dalam
jiwa, dari padanya timbul perbuatan-perbuatan yang mudah tanpa dipikirkan dan
diteliti oleh manusia. apabila hal ihwal atau tingkah laku itu menimbulkan
perbuatan-perbuatan yang baik lagi terpuji oleh akal dan syara’, maka tingkah
laku itu dinamakan akhlak yang baik. Sebaliknya, bila perbuatan-perbuatan yang
buruk maka tingkah laku itu dinamakan akhlak yang buruk. Oleh karena itu,
akhlak disebut tingkah laku atau hal ihwal yang melekat kepada seseorang karena
telah dilakukan berulang-ulang atau terus menerus, sebab seseorang yang jarang
memberikan uangnya kemudian dia memberi karena ada kebutuhan yang tiba-tiba
maka orang itu tidak dikatakan berakhlak dermawan karena perbuatannya tidak
melekat dalam jiwanya. Selain itu, disyaratkan timbulnya perbuatan itu dengan
mudah tanpa dipikir lagi. Orang yang memaksakan diri memberikan uangnya atau
memaksa dirinya diam dengan rasa berat diwaktu marah, maka tidak dikatakan
bahwa orang itu berakhlak dermawan, lapang hati dan sabar.[1]
2.
Pengertian
Iman
Kata Iman (bahasa arab) adalah bentuk masdardari kata kerja (fi’il)
امن, يؤمنو ايمانا
Dalam bahasa Indonesia kata Iman biasanya diartikan dengan
kepercayaan atau keyakinan.
Dilihat dari pengertian istilah, Iman itu paling tidak mengharuskan adanya
pembenaran keyakinan akan adanya Tuhan dengan segala keesaan-Nya dan segala
sifat kesempurnaan-Nya serta pembenaran dan keyakinan terhadap Muhammad
Rasulullah dan risalah kerasulan yang ia bawa.[2]
Derajat iman seseorang itu ialah
tingkatan iman yang menunjukkan kebaikan atau perilaku seseorang yang dapat
dilihat pada indikator-indikator sebagai berikut : kecintaan terhadap perbuatan
baik dan ketidaksenangan untuk berbuat buruk, antara lain seperti suka menolong
orang yang kecelakaan, meskipun karena sikap jiwa tidak selalu bisa dilihat,
oleh karena indikator tersebut tidak mencerminkan yang sebenarnya, sebab ada
orang yang beriman tetapi tidak beramal (fasik) dan beramal tapi tidak didasari
oleh iman (munafiq). Bahkan secara tegas Rasulullah menunjukkan ciri-ciri orang
munafiq, sebagai berikut:
Ø Apabila berbicara berdusta
Ø Apabila berjanji tidak dipenuhi
Ø Apabila di percaya akan tetapi berkhianat
Hadist
menyebutkan :
"عَنْ اَبٍيْ
هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ : قالَ رَسُوْلُ الله صَلَى الله عَلَيْهِ
وَسَلَمَ : اية المنافق ثلاث : اذا حدث كذب واذا وعد اخلف واذئتمن خان "
“ Rasulullah
SAW bersabda : Tanda-tanda orang munafiq itu ada tiga, yaitu : apabila
berbicara ia dusta, apabila berjanji ia mungkir janji, apabila diamanati ia
khianat.” (Hadits yang
disepakati oleh Bukhori dan Muslim).[3]
3.
Pengertian
ihsan
Ihsan
berarti berbuat baik. Orang yang ihsan disebut muhsin, bararti yang berbuat
baik. Dalam hadits Rasulullah SAW, menerangkan ihsan itu ialah:
تعبدالله كأنّك تراه فان لم تكن تراه فانّه يراك ان
“bahwa engkau beribadah kepada Allah seperti
engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Allah melihat
engkau.” (HR. Khamsah dari Umar bin Khattab).[4]
b)
Hubungan
Akhlak dengan iman dan ihsan
1) Hubungan Akhlak dengan Iman
Iman ialah mengetahui
dan meyakini akan keesaan Tuhan, mempercayai adanya malaikat, mengimani adanya
kitab-kitab yang diturunkan oleh Allah, iman kepada para Rasul, iman kepada
hari akhir dan iman kepada qada dan qadar. Untuk rukun iman yang pertama bahwa
mengetahui dan meyakini akan keesaan Allah dengan mempercayai bahwa Allah
memiliki sifat-sifat ynag mulia. Untuk itu manusia hendaknya meniru sifat-sifat
Tuhan itu, yakni Allah SWT. Misalnya bersifat Al-Rahman dan Al-Rahim (Maha
pengasih dan Maha Penyayang), maka sebaiknya manusia meniru sifat tersebut
dengan mengembangkan sikap kasih sayang di muka bumi. Demikian juga jika Allah
bersifat dengan Asma’ul Husna itu harus dipraktekkan dalam kehidupan. Dengan
cara demikian iman kepada Allah akan memberi pengaruh terhadap pembentukan
akhlak yang mulia.[5]
Demikian juga jika
seseorang beriman kepada para malaikat, maka yang dimaksudkan antara lain
adalah agar manusia meniru sift-sifat yang terdapat pada malaikat, seperti sifat
jujur, amanah, tidak pernah durhaka dan patuh melaksanakan segala yang
diperintahkan Tuhan. Hal ini juga dimaksudkan agar manusia merasa diperhatikan
dan diawasi oleh para malaikat, sehingga ia tidak berani melanggar larangan
Tuhan.
Demikian pula beriman
kepada kitab-kitab yang diturunkan Tuhan , khususnya Al-Qur’an, maka dengan
mengikuti segala perintah yang ada dalam Al-Qur’an dan menjauhi apa yang
dilarangnya. Dengan kata lain beriman kepada kitab-kitab, khususnya Al-Qur’an
harus disertai dengan berakhlak dengan akhlak Al-Qur’an seperti halnya
dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.
Selanjutnya beriman
kepada para rasul, khususnya kepada Nabi Muhammad SAW. juga harus disertai
upaya mencontoh akhlak Rasulullah di dalam Al-Qur’an dinyatakan oleh Allah
bahwa nabi Muhammad SAW itu berakhlak mulia.
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ (٤)
“seseungguhnya engkau
Muhammad benar-benar berbudi pekerti mulia.” (Q. S. Al-Qalam: 4)
Demikian pula beriman
kepada hari akhir, dari sisi akhlaki harus disertai dengan upaya menyadari
bahwa segala amal perbuatan yang dilkaukan selama di dunia ini akan dimintakan
pertanggung jawabannya di akhirat nanti. Amal perbuatan manusia selama di dunia
akan ditimbang dan dihitungb serta diputuskan dengan seadilnya. Mereka yang
amalnya lebih banyak yang buruk dan ingkar kepada Tuhan akan dimasukkan ke
dalam neraka, sedangkan mereka yang amalnya lebih banyak yang biak akan
dimasukkan ke dalam syurga. Hal tersebut diharapkan dapat memotivasi seseorang
agar selama hidupnya di dunia ini banyak melakukan amal yang baik, menjauhi
perbuatan dosa dan ingkar kepada Allah.
Selanjtnya beriman
kepada qada dan qadar juga erat kaitannya dengan akhlak, yaitu agar orang yang
percaya kepada qada dan qadar itu seanantiasa mau bersyukur terhadap keputusan
Tuhan dan rela menerima segala keputusan-Nya. Perbuatan demikian termasuk ke
dalam akhlak yang mulia.[6]
2) Hubungan Akhlak dengan Ihsan
Ihsan dalam arti akhlak
mulia atau pendidikan akhlak mulia sebagai puncak keagamaan dapat dipahami dari
beberapa hadits terkenal seperti “sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk
menyempurnakan akhlak dan budi pekerti baik”.
Ihsan secara lahiriyah
melaksanakan amal kebaikan. Ihsan dalam bentuk lahiriyah ini, jika dilandasi
dan dijiwai dalam bentuk rohaniyah (batin) akan menumbuhkan keikhlasan. Beramal
Ihsan yang ikhlas membuahkan taqwa yang merupakan buah tertinggi dari segala
amal ibadah kita. Ihsan dalam akhlak sesungguhnya merupakan buah dari ibadah
dan muamalah. Seseorang akan mencapai tingkat Ihsan dalam akhlaknya apabila ia
telah melakukan ibadah seperti yang menjadi harapan Rasul dalam salah satu
haditsnya. Pada akhirnya ia akan berbuah menjadi akhlak atau perilaku, sehingga
mereka yang sampai pada tahap ihsan maka ibadahnya akan terlihat jelas dalam
perilaku dan karakternya.
Adapun landasan Syar’i
ihsan yaitu:
وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (١٩٥)
“Dan berbuat baiklah
kalian karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik”. (QS.
Al-Baqarah: 195)
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإحْسَانِ
“Sesungguhnya Allah
memerintahkan kamu untuk berbuat adil dan kebaikan....”. (QS. An-Nahl :90)[7]
C.
Kesimpulan
Akhlak, Iman, dan Ihsan merupakan serangkai
yang tidak boleh terpisah dalam kerangka agama Islam sesuai dengan bunyi tentang pengertian Akhlaq, Iman dan Ihsan. Maksudnya kesempurnaan agama (Islam) terletak pada tiga sendi, yaitu Akhlaq,
Iman dan Ihsan. Seorang Islam dapat dikatakan sebagai muslim yang hakiki
bila ia dapat mengumpulkan dalam dirinya ketiga sendi tersebut.
Dengan demikian, untuk melihat kuat atau lemahnya Iman dapat diketahui melalui tingkah laku (akhlak)
seseorang, karena tingkah laku tersebut merupakan perwujudan dari Imannya yang
ada di dalam hati. Jika perbuatannya baik, pertanda ia mempunyai Iman yang
kuat, dan jika perbuatannya buruk maka dapat dikatakan ia mempunyai Iman yang
lemah. Islam menjadikan akhlak yang baik sebagai bukti dan buah dari ibadah
kepada Allah SWT. Misalnya: shalat, puasa, zakat dan haji.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Zainuddin. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT. Bumi
Aksara 2010.
Asmaran As. Pengantar Studi Akhlak.
Semarang: Pustaka Rizki Putra 2007.
Ahmadi, Abu, Noor Salimi. MKDU Dasar-dasar Pendidikan Agama
Islam untuk Perguruan Tingg. Jakarta: PT. Bumi Aksara,2008.
Nata,
Abuddin. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Rajawali Press. 2009.
http://yuliantihome.wordprees.com/2011/07/11/hubunganakhlak_dengan_iman_dan_ihsan.
[3]
Abu Ahmadi, Noor Salimi, MKDU Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam untuk
Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,2008), hlm. 229
4
Abu Ahmadi, Noor Salimi, MKDU Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam untuk
Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,2008), hlm.199-200
5
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, hlm. 26
[7]
http://yuliantihome.wordprees.com/2011/07/11/hubunganakhlak_dengan_iman_dan_ihsan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar